Bisphenol A (BPA) sering menjadi topik perdebatan dan kesalahpahaman di masyarakat. BPA adalah zat kimia yang digunakan dalam berbagai produk sehari-hari, mulai dari bon dan ponsel hingga helm serta wadah makanan dan minuman. Namun informasi yang simpang siur sering kali membuat masyarakat menganggap bahwa semua produk yang mengandung BPA berisiko tinggi.
Kecenderungan masyarakat untuk memilih produk dengan label BPA Free sering kali berkaitan dengan kemasan makanan atau minuman berbahan plastik polikarbonat yang memang mengandung BPA. Padahal, berbagai riset menunjukkan bahwa paparan BPA terbesar sebenarnya berasal dari sumber lain.
“Sebuah studi menemukan kandungan BPA di 73 persen makanan kaleng. Bahkan makanan segar dan beku juga mengandung BPA sebanyak 7 persen,” kata dr. Karin Wiradarma, SpGK, seorang spesialis gizi klinik.
Penelitian menunjukkan bahwa kadar BPA dalam kemasan ikan kaleng bisa mencapai 106 nanogram per gram, dengan kadar yang bervariasi tergantung pada sifat kimia bahan pangan dan keasamannya.
Dr. Andhika Rachman, SpPD-KHOM, dokter spesialis penyakit dalam, menjelaskan bahwa risiko migrasi partikel BPA dari kemasan kaleng terjadi terutama pada suhu tinggi di atas 70 derajat Celsius. Dalam batas tertentu, paparan BPA masih dapat diurai dengan baik oleh tubuh dan dikeluarkan melalui urine. Oleh karena itu, selama kadar BPA masih dalam rentang aman, risiko terhadap kesehatan relatif kecil.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah menetapkan regulasi untuk kemasan pangan berbahan plastik polikarbonat, dengan batas maksimum migrasi BPA sebesar 0,6 bagian per juta (600 mikrogram/kg). “Kesimpulannya, meskipun perlu waspada, tidak perlu khawatir berlebihan mengenai BPA,” jelas dr. Andhika.